Yofamedia.com, Jakarta - Hasil penelitian mengenai perilaku generasi Z, generasi kelahiran di atas tahun 1995, yang dilakukan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta terkait intoleransi bagi mereka yang beragama Islam memperlihatkan hal ini.
Dewan Direktur PPIM Prof. Dr Jamhari Makruf menilai keanekaragaman generasi Z terhadap perilaku intoleransi malah tidak terjadi pada anak bukan pengguna teknologi internet. "Mereka generasi Z ini banyak menggunakan teknologi canggih, sosial media, tapi tidak linear," kata Jamhari dalam rilis survei di Le Meridien, Jakarta, Rabu (8/11/17).
Pendidikan agama Islam, lanjut dia, selama ini diakuinya masih kurang memiliki penggiat pendidikan yang profesional. Guru agama Islam selama ini hanya terkonsentrasi terhadap afiliasi mereka.
Intoleransi dikatanya juga marak terjadi dalam agama Islam terkait aliran baru. Seperti, pemeluk aliran Syiah dan Ahmadiyah.
Dua aliran agama Islam ini paling tinggi menerima intoleransi dari sesama penganut Agama Islam. "Itu realitas di masyarakat, Syiah dan Ahmadiyah itu memang ada, dan sudah menjadi kewajiban negara untuk tetap melindungi mereka. Karena mereka juga bagian dari negara ini, mereka Warga Negara Indonesia ," lanjut dia.
Maka dari itu, meski kasus intoleransi sesama pemeluk agama Islam banyak terjadi di pelbagai daerah, pendidikan agama secara formal harus tetap ada. "Keuntungan belajar agama di sekolah, pemerintah dapat mengontrol materi pelajaran. Guru-guru agama banyak mengaku dekat, berafiliasi dengan Muhamadiyah, NU (Nahdatul Ulama)," ucap dia.
Anggota PPIM yang jadi salah satu peneliti dalam survei ini, Saiful Umam, menyatakan penelitian dilakukan dengan metode Implicit Association Test (IAT).
IAT dijadikan alat ukur untuk melihat potensi intoleransi dan radikalisme sebagai langkah pertama penelitian.
Tak dipungkiri, persoalan toleransi beragama, seperti khilafiyah antar umat Islam juga termasuk perhatian penting bagi generasi Z.
Persepsi tentang Islamisme (hubungan agama dan negara), pandangan mereka tentang Pancasila dan UUD 1945, syariat Islam, negara Islam, jihad, dan juga kesesuaian Islam dengan demokrasi jadi penekanan penelitian ini. "Penelitian ini dilakukan dengan sampel 2.181 orang, awalnya 2.238 tapi memiliki kendala. Kami lakukan pada 34 provinsi, setiap provinsi dipilih secara acak, dengan satu kapupaten dan satu kota. Jadi, bukannya kami memilih daerah kasus," kata Saiful. [Wahyu/Amhar]
Posting Komentar