Yofamedia.com, Jakarta - Tahun ini adalah tahun kedua Festival Film Internasional Madani. Festival ini hendak merayakan keragaman dunia Islam. Tahun lalu, panitia festival mendatangkan Aida Begic, seorang perempuan sutradara kelahiran Bosnia dan sedang jadi salah satu suara baru dalam sinema Eropa. Aida menggunakan medium film untuk menggali problematika dunia masa kini yang ia hadapi –ketegangan-ketegangan, migrasi dan peralihan orang serta nilai, komplikasi kultural, dalam nada merenungi, bukan berkhutbah apalagi menghakimi. Dalam permenungan sinematik itulah, kita bisa merayakan keragaman dunia Islam.
Festival Film Internasional Madani 2019 mengangkat tema “Reconcile”. Kata ini berasal dari gabungan dua kata Latin, “re” yang berarti “kembali” dan “conciliare” yang berarti “menyatukan”. Dalam bahasa Arab, kata yang dekat dengan “reconcile” adalah “ishlah”. Dalam bahasa Indonesia, kata ini sering dipadankan dengan kata “perdamaian” atau “penyatuan kembali”. Lazimnya, kata ini digunakan dalam makna demikian: sesuatu yang diharapkan terjadi setelah terjadinya pemisahan, perseteruan, atau konflik. Tentu saja, kata ini juga bisa diterapkan pada keadaan di mana hal-hal yang berai, saling pergi, punya orientasi berbeda, bisa diperjumpakan dan dipadukan kembali.
Konflik horisontal masih tampak keras dan mengeras di berbagai belahan bumi. Film membingkai realitas yang ditatapnya dalam jendela untuk memahami apa yang terjadi di dunia ini. Sebagai festival film, Madani menyediakan wahana agar jendela-jendela itu bisa kita tatap, membantu melongok dunia Islam yang penuh warna dan tampak bergejolak di sana sini dengan tenang dan reflektif.
Festival Film Internasional Madani 2019 diselenggarakan atas inisiasi antara grup penerbitan Mizan dan Pabrikultur. Tahun ini, panitia menyajikan program Madani @america, Layar Nusa, A Tribute to BJ Habibie, East Cinema, Madani Short: Rekonsiliasi Singkat, Mahakarya, Stories from Tunisia, Madani Family, dan forum-forum diskusi, public lecture dan juga peluncuran buku Mencari Film Madani: Sinema dan Dunia Islam” oleh Ekky Imanjaya.
Pihak panitia juga mendatangkan Akram Shibly, seorang pembuat film dari Amerika Serikat. Akram Shibly selalu bergulat dengan ketegangan kultural latar budayanya sebagai seorang keturunan Syria dengan kenyataan hidup di Amerika yang sangat beragam. Pergulatan yang tampak dalam film-filmnya yang ia swaproduksi dengan perusahaan filmnya yang ia dirikan pada usia 17. Akram bukan hanya menampilkan suara generasi muda muslim-Syria, juga suara generasi muda Amerika.
Festival Film Internasional Madani dibuka dengan sebuah film dari Mesir, Yomeddine (Judgement Day) karya Abu Bakr Shawky. Karya ini terpilih sebagai nominasi utama Palme d’Or kompetisi Cannes Film Festival 2018, dan memenangi Françoise Calais Prize. Sedangkan film penutup adalah 3 Faces, karya terbaru sutradara terkenal Iran, Jafar Panahi, yang juga terpilih dalam ajang kompetisi Cannes Film Festival 2018 dan memenangi penghargaan untuk skenario terbaik.
Pembukaan Festival Film Internasional Madani diadakan di Epicentrum Cinema XXI, Senin 21 Oktober 2019 pukul 19.00 WIB. Festival Film Internasional Madani tahun ini didukung oleh: Pusat Pengembangan Film Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, @america, Institut Français d'Indonésie (IFI), Dewan Kesenian Jakarta, Bina Nusantara University, Cinema XXI, Goethe Institut, Falcon Pictures, MD Pictures, Indiskop, kineforum Dewan Kesenian Jakarta, East Cinema, Infoscreening, Republika, Koran Tempo, Tempo.co, Beritagar.id, Ruangobrol.id, Alif.id, Islam.co dan Seputar Event. [Budi]
Posting Komentar