Yofamedia.com, Jakarta - Izinkan kami menjelaskan tentang acara peluncuran dan bedah buku “lndonesia Butuh Jokowi" pada kesempatan yang penuh rahmat Allah pada siang ini.
Pertama, buku ini kami tulis sejak awal tahun 2017 atau lebih kurang satu setengah tahun lalu dan kontrak dengan Gramedia pada oktober 2017, sehingga terbitnya buku ini tidak ada hubungannya dengan tahun politik. Kenapa buku ini baru terbit sekarang?
Adalah karena memang antrian terbitnya buku di gramedia cukup padat, serta mungkin menjadi pertimbangan juga oleh gramedia karena oktober 2017 Gramedia juga baru menerbitkan buku karya kami yang ke II berjudul “Integritas Ditengah Kabut idealisme”, selanjutnya bulan Januari Gramedia juga menerbitkan buku ke 12 kami berjudul “Terbalik-jadikan musuh terburukmu sebagai guru terbaikmu”.
Kedua, buku ini kami tulis bukan bertujuan untuk dukung atau tidak mendukung salah satu calon presiden, tetapi untuk memunculkan tokoh-tokoh terbaik bangsa untuk dijadikan teladan. Karena negeri ini seperti dikatakan oleh Guru Bangsa Buya Syafii Maarif sudah tuna teladan dan tuna negarawan, sehingga kami sekaligus menulis tiga buku tentang tiga orang tokoh bangsa yang patut dijadikan panutan dan teladan.
Salah satunya adalah buku berjudul “Guru Bangsa-Setetes Embun Di Padang Tandus”. Kenapa kami harus memunculkan tokoh terbaik bangsa melalui tulisan kami? Menurut kami dan berdasarkan hasil diskusi dengan beberapa orang tokoh bangsa dan penggiat anti korupsi, solusi permasalahan bangsa ini tidak cukup lagi dengan usulan potong satu generasi. Karena terbukti banyak generasi muda yang diberi kesempatan, ternyata sudah terkontaminasi juga oleh godaan korupsi, seperti yang dialami oleh Anas Urbaninggrum, Andi Malarangeng dan Zumi Zola serta beberapa tokoh muda lainnya. Sehingga diperlukan solusi lainnya, yaitu memunculkan orang-orang atau tokoh terbaik dan berintegritas untuk disusupkan ke berbagai instansi dan komunitas sehingga diharapkan dapat menjadi virus kebaikan yang mempengaruhi lingkungannya. Tentunya semakin banyak tokoh atau orang terbaik yang disusupkan akan semakin mudah penyebaran virus kebaikannya.
Ketiga, Semakin suburnya sikap dan atau tindakan tuna adab dan tuna etika ditengah masyarakat dan elit negeri ini serta menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan mereka. Bahkan sebagian media masa seperti sengaja mempertontonkan kebobrokan moral dan adab serta etika tersebut kepada jutaan pemirsanya, seperti kata-kata goblok, maling dan kata-kata tak bermoral lainnya keluar dari mulut orang-orang yang belum tentu lebih baik dari yang dibicarakannya. Tetapi tentunya tindakan tidak beradab dan tidak beretika tersebut tidak perlu dibalas dengan tindakan tidak beradab dan beretika juga, karena akan sama tidak beradab jadinya. Hal tersebut sudah ditunjukan oleh sikap dan perbuatan pak Jokowi, beliau tidak menanggapi ucapan tidak senonoh dan tidak beradap dari orang-orang yang tidak suka kepada beliau.
Keempat, Semakin maraknya korupsi di negeri ini dan tidak adanya dampak atau efek malu atau jera para terpidana korupsi setelah dihukum, mengharuskan bangsa yang sudah berstatus darurat korupsi dan menempuh cara lain untuk mengurangi korupsi. Salah satu cara untuk menimbulkan efek jera atau malu kepada pelaku korupsi, menurut penulis adalah memunculkan tokoh-tokoh yang berintegritas dan teruji integritasnya, sehingga ditengah masyarakat terjadi perbedaan yang menyolok. Bukan seperti sekarang yang sepertinya aneh dan anomali jika menemukan orang jujur dan berintegritas di negeri ini, karena korupsi, suap dan kolusi nepotisme sudah menjadi hal biasa.
Kelima, tujuan penulisan buku ini diantaranya untuk menemu kenali asal dan penyebab berbagai fitnah dan ujaran kebencian kepada pemimpin atau ulil amri yang sangat masif dan terstruktur serta terus menerus. Amar maaruf nahi mungkar, ikut menegakkan kebenaran yang dilakukan oleh ulil amri dan mecegah kemungkaran fitnah terhadap ulil amri serta saran terhadap kemungkinan kekurangan ulil amri dalam memimpin. Padahal Jokowi telah menunjukkan itikad baik dengan berbuat sesuai dengan tujuan Allah menurunkan hambaNya ke muka bumi yaitu beribadah dan berbuat yg bermanfaat untuk alam beserta isinya. Jokowi menunjukan sikap yang Islami dengan mencontoh akhlak Rasulullah, tidak pernah berkata kasar, sombong atau berkata tidak senonoh. Tidak membalas fitnah dengan fitnah dan kata-kata kasar serta perbuatan buruk kepadanya dengan yang sama buruknya, seperti juga Rasulullah yang tidak membalas seorang Yahudi yang meludah setiap beliau lewat.
Keenam adalah, permasalahan berat bangsa ini yaitu korupsi yang sudah akut salah satunya adalah karena gaya hidup hedonis, sehingga bangsa ini membutuhkan keteladanan dari pemimpin yang berintegritas, sederhana, tidak serakah dan taat kepada aturan Allah serta aturan negara.
Ketujuh, ketertinggalan pembangunan bangsa ini dari bangsa lain, membutuhkan pemimpin yang serius membangun tanpa kepentingan pribadi dan kelompoknya. Jokowi juga sudah berusaha berbuat untuk mensejahterakan semua rakyat dan berbuat adil terhadap rakyat Indonesia, khususnya rakyat yang berada di daerah perbatasan dan rakyat yang jauh di daerah terpencil. Dengan membangun dan kebijakan satu harga bahan bakar minyak di seluruh nusantara, sehingga mereka juga menikmati arti rahmat kemerdekaan. (Penulis buku: Dedi Mahardi). [Lia]
Posting Komentar