Yofamedia.com, Jakarta 06/11/17 -- Penganiayaan dan penyiksaan yang disinyalir terjadi dilingkungan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang telah viral dan menjadi "trending topic" ditengah-tengah masyarakat beberapa hari belakangan ini merupakan tindakan kekerasan dan kejahatan terhadap anak yang tidak dapat diterima akal sehat manusia.
Kekerasan yang terjadi lingkungan sekolah dan diduga dilakukan oleh guru sebagai pendidik ini dapat diancam kurungan penjara dan dapat ditambahkan dengan pemberatan
hukuman dan sungguh-sungguh tidak dapat dibenarkan oleh alasan apapun.
hukuman dan sungguh-sungguh tidak dapat dibenarkan oleh alasan apapun.
Merujuk Konvensi International Hak Anak (KHA), lingkungan sekolah setiap negara yang telah meratifikasi dan terikat dengan Konvensi PBB ini wajib menjadikan lingkungan sekolah dimasing-masing negara bebas dari kekerasan yang dilakukan sesama peserta didik, guru baik guru reguler dan non-reguler, pengelolah sekolah maupun penjaga sekolah, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komisi Nadional Perlindungan Anak kepada media, usai menjadi narasumber Focus Group Discussion (FGD) Menangkal Perundungan, Persekusi terhadap anak dan hoax yang diselenggarakan Polres Jakarta Timur, Senin 06/11/17 di Jakarta.
Arist menambahkan, dimanapun, dinegara mana juga penganiayaan dan penyiksaan dan kekerasan ini terjadi, berdasar ketentuan Konvensi PBB Tahun1989 tentang Hak Anak, tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh guru terhadap muridnya merupakan tindakan pidana yang patut diganjar dengan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
Atas berita ini, demi kepentingan terbaik anak ( do the best interest of the child) dimanapun, dinegara mana juga dan berlaku secara universal pula, Komisi Nasional Perlindungan Anak sebagai lembaga independen dan sebagai mekanisme perlindungan anak di Indonesia mengecam dan mengutuk secara keras terhadap tindakan brutal yang diduga dilakukan sang guru yang seyogianya menjadi panutan untuk menjaga dan melindungi peserta didiknya dari segala bentuk kekerasan.
Sebab, setiap negara yang telah meratifikasi KHA wajib dan terikat secara politis dan juridis untuk mengimplementasikan semua isi dari ketentuan instrumen international ini, dengan kata kain setiap negara wajib untuk memastikan perlindungan anak.
Oleh sebab itu, guna memastikan kebenaran berita ini dan untuk tidak menebar kebohongan atau hoax dan atau kebencian, Komisi Nasional Perlindungan Anak yang selanjutnya disebut Komnas Anak menerjunkan Quick Investigator Voluntary dengan melibatkan media dan pegiat perlindungan anak ke Pangkalpinang dan Bangka Belitung.
Disamping itu, Komnas Perlindungan Anak juga mendorong polres Pangkalpinang, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Pangkalpinang bersama para pegiat perlindungan anak di Bangka Belitung untuk segera melakukan investigasi guna menemukan kebenaran atas kasus kekerasan ini dan segera mengunumkan temuannya kepada khalayak ramai.
Sekali lagi, atas berita dugaan kekerasan yang telah menyita perhatian dan memunculkan keprihatinan ditengah-tengah masyarakat, Komnas Perlindungan anak tidak memberikan ruang sedikitpun lingkungan sekolah di masa depan menjadi ajang kekerasan.
Apapun kesalahan dan kekurangan anak sebagai peserta didik, guru dan atau siapun tidak boleh menggunakan kekuasaannya untuk melakukan kekerasan secara membabi buta.
Jika ada anak yang tidak beretika saat berhadapan dengan gurunya, harus diakui sebagai prilaku tersebut merupakan kegagalan guru menanamkan nilai-nilai kebaikan dan etika terhadap peserta didiknya termasuk juga orangtua lingkungan rumah anak.
Kasus kekerasan yan viral ini tidak boleh terulang dimanapun, dan di negara mana jua.
Berita ini harus menjadi momen dan kesempatan untuk mengoreksi dunia pendidikan.
Ini menjadi tantangan sendiri bagi Menteri Pendidikan kita, demikian ditambahkan Arist.
[Why].
[Why].
Posting Komentar