Film Symphony of Love Angkat Kisah Romantis Berlatar Sejarah Abad ke-18

Yofamedia.com, Jakarta - Film Symphony of Love besutan Vim Picture akan tayang secara digital berkolaborasi dengan TV Berbayar (TV Kabel) dan platform Kugosky untuk penayangannya. Film yang menampilkan latar belakang abad ke 18 dengan alur cerita romantic ini telah menarik banyak peminat serta pemerhati film setelah trailer awalnya diluncurkan.

“Film Symphony of Love diangkat dari novel karya saya sendiri, yang dirilis bulan Maret 2020. Film berlatar history romance belum terlalu diangkat. Saya ingin mengangkat masa-masa itu, dan saya ingin buat film yang orang lain tidak bikin. Saya ingin mencoba di sisi ini, di mana secara internasional film history romance banyak penontonnya”, ujar Vimala Halim selaku pemain dan produser dalam acara Pres Conference Film Symphony of Love.

Film Symphony of Love mengisahkan perjuangan tokoh utama seorang wanita sepeninggal ayahnya, di mana kala itu persamaan gender belum diakui, dan kasta social antara bangsawan dan rakyat jelata masih mencolok. Film ini dibintangi oleh Vimala Halim, Lutfi Virdiansyah, Jason Cecere, Jan Valaical, Alice Adeline, Dewi Anggraeni Indra, Gabby Sabila, Anton Arkhipov, Keith Hamilton, dan Budi Sumarno sebagai sutradara.

Diungkapkan oleh Vimala Halim bahwa dirinya mengagumi Raden Saleh, pelukis orientalism yang membawa gaya lukisannya kepada Europe Romanticism. Dengan adanya dua sisi dalam film ini, romantic dan sejarah, penonton akan merasakan kisah romantis yang bagaikan nyata. Serta merasakan dari dekat keberadaan Raden Saleh tanpa kesan menggurui seperti klise dalam film otobiografi sejarah.

Proses produksi film Symphony of Love memakan waktu selama satu tahun, mengingat perhatian akan detail artistic, ketepatan lokasi, kostum, gaya bahasa yang memerlukan pendalaman disesuaikan untuk dialog di dalam film ini. Syuting pertama dimulai pada April 2021, setelah tidak adanya pembatasan karena pandemi Covid-19.

“Dalam pengambilan lokasi syuting film Symphony of Romance kita cari yang semirip mungkin. Kostumnya juga kita buat sesuai dengan tahun tersebut, selain itu di tahun tersebut sudah ada majalah kita ikuti seperti itu. Dan juga foto-foto yang bisa kita jadikan acuan untuk tahu di tahun 1867 itu kostumnya dan lokasinya itu seperti apa”, jelas Vimala Halim.

Sam dari Sonasika yang mendapat kepercayaan menggarap scoring film Symphony of Love mengatakan, nuansa musik tahun tersebut berbeda dengan tahun sekarang ini. Ada sedikit instrument-instrumen yang memang lebih mencolok di masa itu. Selain itu ada perbedaan dari zonasi sendiri, untuk memilih warna-warnanya.

“Yang pasti kemarin dari kita produksi musik film, kita melihat filmnya terlebih dahulu seperti apa, alur ceritanya bagaimana. Lebih menyesuaikan saja, film ini dapat dibilang klasik jadi musiknya mengikuti klasik. Untuk konsep hanya sebentar, durasinya juga tidak terlalu panjang, dan pengerjaannya hanya dua hari”, jelas Sam.

Sonasika sendiri terlibat dalam penggarapan film Symphony of Love dengan pertimbangan sebagai institusi musik. Kebetulan soundtracknya beredar di Sonasika, dan penggarapan scoring juga di Sonasika. Untuk soundtracknya sendiri digarap oleh Diana Pay. “Soundtrack aslinya berbahasa Indonesia tapi sekarang diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Pian Birawan yang mentranslate, dan yang mengisi suaranya yaitu Bela”, kata Sam.

Pada kesempatan yang sama, Rifki Insan Sujudi (Head Of Sales Kugosky) mengatakan ketika membaca novelnya memang belum ada yang mengangkat cerita seperti ini. Film Symphony of Love dianjukan untuk tonton usia 13 tahun ke atas, dan dalam film ini terdapat muatan edukatifnya.

“Kugosky adalah salah satu platform digital, kita mau menjadi wadah untuk film-film sineas muda dan film indie. Untuk film Symphony of Love durasinya tidak terlalu panjang hanya 30 menit, ini film pendek sebetulnya. Secara segmen sebenarnya fokus di luar daerah di kota-kota kecil yang akses internetnya terbatas. Film ini ingin menjangkau ke daerah kota-kota kecil. Semoga viral, banyak penonton, dan masuk banyak iklan”, kata Rifki Insan Sujudi.

Sebagai penutup, Vimala Halim menyampaikan bahwa selama menyaksikan film Symphony of Love penonton akan dimanja dengan gambar-gambar indah khas film period drama/historical romance. “Film ini merupakan angin segar untuk genre perfilman Indonesia”, pungkasnya. [Red]






0/Comments = 0 Text / Comments not = 0 Text

Lebih baru Lebih lama
YofaMedia - Your Favourite Media
Ads2