Film Bombshell Menguak Kelamnya Industri Media di Amerika Serikat
byyofamedia-0
Yofamedia.com, Jakarta - Apakah kalian pernah membaca (atau setidaknya mendengar) rangkaian
berita tentang skandal heboh
terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan mantan bos Fox News, Roger
Ailes. Saat itu, salah satu korban pelecehan buka suara, yang tak lain adalah
salah satu wajah terkenal dari kantor tersebut, Gretchen Carlson. Aksi
pembongkaran tindak pelecehan seksual yang ramai tersebut kemudian dikenal
dengan sebutan gerakan MeToo. Bombshellakan mengangkat kisah para wanita yang dilecehkan dalam
dramatisasi cerita dengan deretan castpapan atas Hollywood.
Gretchen Carlson (Nicole Kidman) memutuskan melakukan tindakan berupa
pengajuan tuntutan hukum terhadap Roger Ailes (John Lithgow) dan memprotes
misogyny di kehidupan kantor ketika seorang produser muda bernama Kayla
Pospisil (Margot Robbie) bergabung dengannya. Kayla Pospisil yang
sebenarnya adalah karakter fiksi segera mengetahui kantor tersebut memiliki
lingkungan yang tak sehat, bahkan di kesempatan pertama. Saat itu, Roger Ailes
berkata dengan dingin padanya, bahwa ia harus membuktikan 'kesetiaan' sebelum
mendapat kesempatan berada di depan kamera.
Wanita pejuang ketiga adalah Megyn Kelly (Charlize Theron) yang mendapat
perhatian publik setelah bertengkar secara terbuka dengan salah satu kandidat
presiden saat itu, Donald Trump. "Tidak ada orang yang berhenti
menonton ketika ada konflik. Mereka berhenti [menonton] saat tidak ada
konflik," kata Ailes pada Kelly dalam sebuah adegan. Ailes lantas
dituduh melecehkan sejumlah wanita, termasuk Kelly sendiri. Skandal ini turut
menyeret nama pembawa acara kondang lainnya, yakni Bill O'Reilly.
Bombshell berjalan selama 1 jam 48 menit dengan
intensitas yang mampu terjaga di mayoritas bagian. Ada empat hal dominan
menghiasi investigasi yang dilakukan oleh para wanita di sepanjang film
ini: people rushing, interviewing, meeting
and reading. Keempatnya muncul
berulang kali tapi tidak sedikitpun repetitif karena seperti sebuah berita
berbobot, selalu ada fakta baru dilontarkan pada penonton. Jay Roach selaku
sutradara bernarasi begitu rapih, menyusun tiap keping investigasi menjadi satu
gambaran besar yang berjalan mengenangkan.
Scoring berbasis
piano dari Theodore Shapiro melantun dalam tempo monoton yang cepat, mendukung
pergerakan filmnya sambil turut membangun ketegangan. Sesungguhnya Shapiro
membuat alunan musik sederhana, tapi mampu menyiratkan kegalapan terselubung
dalam kasusnya.
Fakta-fakta mencengangkan tentang noda hitam
dalam sistem hukum serta penyalahgunaan wewenang hasil dari kekuatan pemimpin
media juga berhasil mencabik-cabik perasaan penonton, menjadikan film ini bukan
sekedar penelusuran kosong tanpa emosi. Kita ikut merasakan bagaimana
karakternya marah dan jijik pada institusi media seiring terbukanya lembaran
fakta, lalu berujung dilema saat rasa percaya mulai memudar. Sebagaimana kisah nyatanya,
film ini juga menelanjangi kebusukan institusi hukum yang bersembunyi di balik
topeng kesucian dan kemuliaan palsu untuk berbuat seenaknya. Orang-orang
tersebut adalah sampah masyarakat paling busuk dan memang layak di-expose. Setelah perjalanan panjang nan dinamis, Jay Roach menutup
filmnya dengan cukup menghentak sebagai sebuah climatic pay off setelah semua yang
terjadi.
Beberapa karakter utamanya memang tak banyak
mendapat eksplorasi mengenai latar belakang hidup masing-masing, tapi itu
bukanlah kekurangan. Dengan menambahkan kisah perorangan, artinya subplot akan turut bertambah dan justru bakal menjauhkan film
dari sorotan (no pun intended) utama. Bombshell
adalah kisah bagaimana sebuah tim jurnalisme menyelidik suatu kasus. Ibarat
pekerjaan, ini adalah kerja kolektif, bukan personal. Sehingga pemaparan kisah
pribadi karakter bukan menjadi keharusan. Kita melihat "the science of journalism" melalui
langkah prosedural yang karakternya lakukan, dan itu sudah cukup. Kurang dalam
interaksi "renyah" antar anggota tim memang, tapi selaku selebrasi
terhadap "the real essence of
journalism" (bukan glorifikasi),
film ini telah melakukan tugasnya dengan baik.
Sinema dapat menjadi sumber hiburan, tapi
lebih dari itu penonton bisa belajar tentang banyak hal. Memperoleh pengetahuan
baru mengenai apapun jadi salah satu alasan mengapa kita patut mencintai film.
Bombshell memberikan hal baru tersebut, memperluas pengetahuan penonton berkat
perspektif yang menengok secara mendalam akan suatu kejadian. Juga merupakan
hiburan menyenangkan tentang investigasi bertempo tinggi penuh kejutan, meski
bukan pula hiburan ringan yang sanggup kita cerna sambil santai menikmati
popcorn. Kala film telah berakhir, dan segala fakta diungkap ke publik, tetap
ada rasa sesak menyadari pelecehan seksual terhadap kaum hawa, penyalahgunaan
wewenang beserta kekuasaan untuk bertindak seenaknya mencari imunitas terhadap
sistem hukum masih tetap meneror. Karena pemaparan fakta-fakta di atas, terlepas dari
beberapa kekurangannya, Bombshell tetap merupakan film yang teramat penting. [Red]
Posting Komentar