Yofamedia.com, Memberamo Raya, Oktober 2017- Di komplek-komplek singgah atau asrama distrik-distrik yang berada di pusat pendidikan, rumah sakit bandara, pelabuhan di Kasonaweja - Memberamo Raya, ditemukan sungguh tragis anak-anak yang berasal dari pedalaman berkeliaran diwaktu jam sekolah. Memilih menghibur diri dengan berkebun menanam sayur, ubi, pisang untuk menyambung hidup di Kota.
Rata-rata usia mereka diatas 10 tahun yang bergabung di rumah bujang, sementara usia dibawah sepuluh tahun tinggal bersama orang tua atau kerabat yang memiliki rumah tinggal di Kasonaweja.
Kenyataan pahit anak-anak wajib sekolah ini juga semakin parah dengan daya tampung SD, SMP dan SMA di Kasonaweja yang harus membuka sekolah pagi dan siang hari dengan ruang kelas dan guru yang terbatas.
Seperti SMP Negeri 1 dan SMA Negeri 1 Memberamo Tengah di Kasonaweja menggunakan perpustakaan dan laboratorium untuk ruang kelas.
Kerinduan orang tua menyekolahkan anak-anak mereka pupus setelah ruang kelas tidak sanggup menampung anak-anak yang berasal dari pedalaman.
Kendati demikian Andreas Sanda dan Nicodemus kepala sekolah SMP dan SMA negeri milik pemerintah ini harus berjuang keras untuk mendidik siswa-siswanya dengan sarana yang sangat terbatas dan tertinggal.
Prihatin dengan situasi ini kepada Jurnalis PPWI menyerukan adanya bantuan peduli pendidikan baik berupa tambahan ruang kelas, buku pelajaran dan alat edukasi.
Buta huruf di Kabupaten ini sangat tinggi sehingga para pejuang berantas hurufpun harus mengadakan alat edukasi dengan uang pribadinya dan sebagian harus tutup karena tidak ada dukungan dari dinas terkait.
Kesaksian mereka bisa melek huruf justru diperolehnya di kampung saat para misi melayani di pedalaman. Namun kini misionaris sudah kembali ke negaranya.
Kepada Ken Laras, Jurnalis PPWI Mesakh Ale dan Malena Dima pasangan suami-isteri mengisahkan, "bahwa mereka bersertifikat bebas buta huruf didikan misionaris, Mesakh Ale kemudian menempuh pendidikan Paket A / SD di Kasonaweja dan kini melanjutkan Paket B / SMP".
Mereka pun tidak berhenti sampai disitu, pasangan suami isteri ini akan membuka TK dan sekolah berantas buka huruf dengan membeli alat-alat baca tulis dengan uang pribadinya dari buruh dan menjual sayur.
Hellys Boleba lulusan SMA yang tidak berkecil hati karena semangat kuliahnya tidak diberi beasiswa Pemda Memberamo Raya seperti rekannya yang lain yang kuliah didukung Pemdanya.
Dan Hellys akan mengajar di SD yang sudah lama tutup, akan memberantas buta huruf di kampungnya bersama duet Mesakh - Malena.
Para pejuang-pejuang pendidikan dan berantas buta huruf ini merupakan lentera ditengah kegelapan.
Dengan semangat gotong-royong berbagai pihak kita bisa berbuat bersamanya. Semoga cahaya pendidikan yang dirindukan bersinar di Kabupaten Memberamo Raya.
Dengan semangat gotong-royong berbagai pihak kita bisa berbuat bersamanya. Semoga cahaya pendidikan yang dirindukan bersinar di Kabupaten Memberamo Raya.
[RED].
Posting Komentar