Upaya All Out BWI Sosialisasikan Wakaf Produktif

Hasil gambar untuk bahar maksum wakaf
Bahar Maksum, Staf Husoli (Humas, Sosialisasi dan Literasi) BWI
Oleh : Bahar Maksum

Usaha tidak mengenal lelah ditunjukkan oleh Pimpinan dan anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) mensosialisasikan wakaf dalam berbagai Gerakan Wakaf Produktif. Semua dilakukan dengan sikap optimisme dalam berbagai keterbatasan, dengan semangat yang tinggi dan dukungan lembaga-lembaga dan instansi pemerinrah terkait.

Melihat itu semua, seakan tiada hari dan waktu serta tempat, tanpa adanya kegiatan wakaf yang mereka lakukan bersama para stakeholder di tengah-tengah berbagai lapisan masyarakat. Mereka menyasar masyarakat kampus dalam kegiatan ‘’Waqaf Goes To Campus (WGTC)’’ yang diawali di Kampus UI Jakarta melibatkan berbagai kampus perguruan tinggi sekitarnya pada awal-awal kepengurusan BWI periode 2017-2020 pimpinan Ketua Badan Pelaksana BWI, Prof. Dr. H. Mohammad Nuh, DEA.

Kemudian beranjak ke kampus-kampus di Bandung mulai dari ITB, UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) dulu IKIP Bandung, UIN Sunan Gunung Jati, Unpas (Universitas Pasundan), Uninus (Universitas Islam Nusantara) dan beberapa kampus lainnya. Lantas ke Surabaya dengan sentral kegiatan di Universitas Airlangga dan melibatkan UIN Sunan Ampel, ITS dan beberapa kampus lainnya. Hasilnya yang cukup monomental, Unair menjadi satu-satunya kampus berstatus sebagai nahzir wakaf di Indonesia.

Kegiatan yang dimotori Divisi Husoli (Humas, Sosialisasi dan Literasi) BWI Pusat ini bergerak ke Kota Pendidikan Jawa Timur, yakni Malang. Di sini Universitas Brawijaya menjadi salah satu penggeraknya dengan melibatkan UIN Malang, Unisma dan UMM serta kampus lainnya. Dari sini WGTC bergerak ke kampus-kampus di Semarang, yakni mulai dari Undip, UIN Wali Songo, dan beberapa kampus lainnya.

Terakhir WGTC dilangsungkan di Kota Pendidikan Indonesia, Yogyakarta. Kampus-kampus yang terlibat dalam kegiatan sosialisasi Wakaf Produktif ini antara lain UNY (dulu IKIP Yogyakarta), UIN Sunan Kalijaga dan UII serta UMY dan sejumlah mahasiswa UGM dan UPN Veteran Yogyakarta. Menjelang akhir tahun 2019 ini, WGTC akan dilangsungkan di kampus-kampus Bogor dan sekitarnya. Saat ini persiapannya sudah cukup matang dengan IPB (Bogor) sebagai penggeraknya diikuti Universitas Ibnu Khaldun dan beberapa kampus lainnya.

‘’Kita lakukan kegiatan di kampus-kampus, karena kami yakin, kalangan mahasiswa itu punya semangat tinggi dalam gerakan Wakaf Produktif. Lima hingga sepuluh tahun yang akan datang, mereka akan mulai menggantikan kepempinan kita di kancah nasional, mungkin juga internasional. Saat itu, insya Allah perwakafan nasional akan mengalami kemajuan yang luar biasa,’’ tegas HM. Nuh yang mantan Rektor ITS dan Mendikbud itu, penuh optimisme.

Dukungan Presiden, MUI hingga Bank Dunia dan IMF.

Menyadari arti penting dan nilai strategis peran media massa, baik cetak atau pun elektronik hingga media sosial dan media online, BWI mengajak para wartawan untuk ikut aktif dalam mensosialisasikan wakaf produktif di media masing-masing. Diawali dengan kegiatan Media Gathering Bincang Wakaf pada pertengahan Bulan Suci Ramdhan 2019 lalu yang dilanjutkan dengan buka puasa bersama, hasilnya cukup bagus. Dari sekitar 150 orang yang hadir, hampir seratus wartawan ikut aktif dalam kegiatan itu dan memberitakan tentang Wakaf Produktif.

Acara senada juga dilanjutkan bersamaan acara Halal bi Halal Bincang Wakaf Produktif pada 9 Juli 2019 lalu. Sambutan wartawan pun semakin semarak. Dari 80 an wartawan yang hadir, sekitar 60 media memberitakan kegiatan wakaf tersebut. ‘’Secara rutin kegiatan ini akan kita adakan setiap tiga (3) bulan sekali. Insya Allah Oktober nanti, Media Gathering Bincang Waakaf akan kita adakan lagi. Kita ingin menjadikan wartawan dan medianya sebagai partner BWI,’’ kata anggota Divisi Husoli, H. Susono Yusuf usai acara tersebut beberapa waktu lalu.

Bahkan, kini Ketua Badan Pelaksana BWI, HM. Nuh terpilih sebagai Ketua Dewan Pers periode 2019-2022. Dengan demikian, ada harapan optimisme untuk menjadikan Gerakan Wakaf Produktif (GWP) semakin marak dan massif hingga akan berdampak positif suksesnya perwakafan nasional di negara kita yang berpenduduk Islam terbesar di dunia.

Presiden Jokowi pun ikut terlibat mendirikan dan meresmikan Bank Wakaf Mikro (BWM) di Banten bersama Ketua Umum MUI (saat itu) kini terpilih sebagai Wapres RI, KH. Ma’ruf Amin serta pihak OJK (Otoritas Jasa Keuangan) RI yang berlangsung pada pertengahan 2018 lalu. Diharapkan, sampai akhir 2019, akan berdiri 11 (sebelas) BWM di beberapa kota negara kita.

Dalam usaha memajukan gerakan wakaf produktif ini, selain keterlibatan OJK tadi, dukungan Bank Indonesia juga luar biasa. Demikian juga Kementerian Keuangan, Dewan Syariah bersama MUI, punya peran yang sangat strategis. Dari mereka, lahir Waqf Link SUKUK, yakni Wakaf untuk pinjaman negara secara syariah. Sehingga manfaatnya untuk para mauquf alaih dalam kegiatan produktif dan pokoknya (wakafnya) bisa kembali kepada nahzir yang mengelolanya.

Sedangkan BWI bersama Bank Indonesia antara lain menghasilkan rumusan WCP (Waqf Core Principles) yakni pokok-pokok managerial atau prinsip pengelolaan dana wakaf. WCP ini diluncurkan saat berlangsungnya Wolrd Bank & IMF Summet di Bali, Oktober 2018 lalu. Sehingga salah seorang utusan Summet dari Mesir berbisik kepada salah seorang anggota BWI dengan mengatakan, ‘’Insya Allah Indonesia akan jadi pelopor gerakan wakaf internasional. Dukungan pemerintah dan umat Islam Indonesia luar biasa,’’ katanya.


Hasil gambar untuk badan wakaf indonesia

Dalam bidang kajian ilmiyah, BWI secara rutin menyelenggarakannya Forum Kajian Wakaf. Terakhir, pada 16 Juli 2019 lalu, forum itu mengadakan kajian dengan thema, ‘’Potensi Wakaf Saham dan Tantangannya di Indonesia.’’ Saat itu, tampil sebagai pembicara dari Dewan Syariah Nasional (DSN), OJK, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan serta sejumlah pialang saham Bursa Efek Indonesia dan perusahaan asuransi.

Memang, gerakan wakaf produktif di negara kita saat ini luar biasa. Kalau selama ini, wakaf dikenal masyarakat adalah pemberian lahan atau harta tidak bergerak untuk lembaga pendidikan atau pesatren, masjid, mushalla serta lahan pemakaman, tetapi sejak lahirnya UU No 41 Tahun 2004, diversifikasi wakaf sudah sangat luas sebagai wakaf bergerak. Seperti wakaf uang, saham, asuransi, hak property right atau hak cipta atau wakaf kendaraan, wakaf perkebunan dan bangunan serta lainnya dengan batasan-batasan sesuai ketentuan yang berlaku.

Akhirnya, gerakan sosialisasi wakaf produktif banyak dilakukan berbagai pihak. Seperti kalangan perusahaan emiten di bursa saham. Kalangan perusahaan asuransi serta lembaga-lembaga nahzir seagai pengelola harta wakaf. Mereka belomba-lomba mensosialisasikan, nilai strategis wakaf sebagai amal jariah demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat sesuai bidang atau profesi masing-masing.

Bagaimana Peran BWI Secara Struktural?

Sebenarnya, BWI juga berdiri di 34 tingkat provinsi serta sekitar 500 an di tingkat kabupaten/kota. Cuma sayang, untuk menjadikan mereka sebagai penggerak gerakan wakaf produktif, masih perlu pembinaan yang intensif. Menyadari hal itu, BWI Pusat berencana melakukan pelatihan Jurnalistik sekaligus Pendidikan Kader Penggerak Wakaf untuk kader-kader BWI tingkat Provinsi. Hal itu dilakukan, menurut Ketua Divisi Husoli, Dr. Attabik Lutfie agar mereka punya kemampuan untuk menulis sekaligus menjadi penggerak wakaf di daerah masing-masing.
‘’Selanjutnya, kita harapkan mereka melakukan kegiatan senada untuk membina kader-kader BWI tingkat kabupaten kota. Ini memang berat. Tetapi, itu harus dilakukan demi kemajuan perwakafan nasional,’’ tegas Attabik saat memimpin rapat Divisi Husoli, Selasa 15 Juli 2019 lalu.

Sebenarnya ada satu media yang perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk sosialisasi gerakan wakaf produktif, yakni para khotib shalat jumat. Ketua BWI, HM Nuh dalam wawancara dengan wartawan usai pembukaan Forum Kajian Wakaf dengan Thema ‘’Potensi Wakaf Saham dan Tantangannya di Indonesia’’ mengatakan, coba kita perhatikan, para Khotib Shalat Jumat, sampai saat ini jarang kita dengar menyampaikan materi tentang arti penting wakaf sebagai amal jariah bagi kita umat Islam.

‘’Ini tantangan kita untuk mengajak para khotib shalat jumat menyampai materi
tentang wakaf. Kita perlu kerjasama dengan mereka atau dengan pihak masjid atau dengan Pengurus DMI (Dewan Masjid Indonesia) atau Lembaga Takmir Masjid PBNU (Pengurus Besar Nahlatul Ulama) atau PP Muhammadiyah atau ormas lainnya. Usaha memajukan perwakafan nasional ini tugas kita semua,’’ tegas putra kiai kampung di Surabaya itu.

HM. Nuh sendiri dalam setiap kesempatan selalu memanfaatkannya untuk bicara tentang wakaf. Bahkan, saat memperingati hari ulang tahun kelahirannya ke 60 Tahun pada 23 Juni 2019 lalu di Surabaya, juga bicara tentang wakaf.

Dia mengatakan, jika dirinya menghitung anugerah Allah sangat luar biasa yang diterimanya. Tetapi, apa yang telah dirinya manfaatkan untuk mendapatkan hasil positif, diakuinya sama sekali tidak sebanding. ‘’Masih defisit yang luar biasa,’’ tegasnya.

Namun demikian, dengan keterlibatan dirinya sebagai Ketua BWI dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf, ada harapan akan mendapatkan hasil positif yang luar biasa yang akan terus mengalir walau dirinya sudah meninggal dunia.

‘’Berwakaf itu sama dengan beramal jariah yang pahalanya akan terus mengalir, walau kita sudah meninggal dunia, sepanjang wakaf itu manfaatnya tetap dirasakan oleh mauquf alaih. Semoga ini akan menutupi defisit yang saya alami hingga saat ini,’’ ujarnya kemudian.

Penulis adalah staf Husoli (Humas, Sosialisasi dan Literasi) BWI.










0/Comments = 0 Text / Comments not = 0 Text

Lebih baru Lebih lama
YofaMedia - Your Favourite Media
Ads2