Kunjungi Pekan Lurik Indonesia, Indonesian Heritage Society Dibuat Kagum Oleh Koleksi Lurik Persembahan Himpunan Wastraprema


Yofamedia.com, Jakarta - Tenun merupakan mahakarya wastra tertua sebelum batik dikenal, dan lurik adalah kreasi tenun dengan motif khas garis-garis yang berkembang dari tanah Jawa, khususnya Jawa Tengah (Yogyakarta dan Solo). Fungsi tenun lurik berkembang dari masa ke masa, dari mulai dikenakan secara klasik hingga kini digunakan sebagai bahan fashion modern dan dicintai generasi milenial.
Sesuai dengan cita-cita Ir Soekarno, Sarinah didirikan sebagai wadah UMKM dari pelaku industri kreatif produk hasil seni dan budaya Indonesia, pusat kerajinan, serta pusat batik dan tenun sebagai wastra dari seluruh pelosok Nusantara. Sarinah pun berkomitmen mengangkat dan melestarikan budaya bangsa. 
Sarinah the Window of Indonesia bersama Himpunan Wastraprema menyelenggarakan Pekan Lurik Indonesia dari tanggal 19 sampai 31 Maret 2019 di lantai UG Sarinah. Kegiatan yang diselenggarakan selama dua pekan ini bertujuan mengangkat tenun lurik sebagai salah satu wastra Indonesia yang patut dilestarikan dan dikembangkan.
"Ada beberapa pihak yang turut diundang untuk menyaksikan acara tersebut. Salah satunya adalah Indonesian Heritage Society, sebuah organisasi sosial yang menawarkan kepada anggotanya kesempatan untuk mendalami lebih jauh mengenai kekayaan warisan budaya di Indonesia. Salah satu alasan mengundang Indonesian Heritage Society adalah untuk bisa memberikan wawasannya kepada kami terutama atas pameran yang kami adakan di Sarinah tentang lurik ini," ujar Sari Ramdani, Pengurus Wastraprema Bidang Program.
“Kami adalah yayasan yang terdiri dari 500 anggota. Sebagian besar anggota kami adalah ekspatriat. Terdiri dari warga negara Belanda, Prancis, Jepang, Korea Selatan, Italia dan warga negara Indonesia sendiri. Kami biasanya menjalankan event kebudayaan hampir tiap minggu. Kita adakan Coffee Morning yang berisi pengajaran tentang budaya Indonesia, seperti tekstil misalnya. Lalu kita ada kegiatan Evening Lectures, yang minggu lalu baru saja kita adakan di Erasmus Huis. Tapi kita punya beragam topik kegiatan, dari mulai tekstil, hingga produk tourism lainnya,” ujar Ria Naradate selaku President Indonesian Heritage Society.

Ria Naradate mengaku takjub mengenai ide menyelenggarakan pameran lurik di sebuah pusat perbelanjaan seperti Sarinah ini. Karena menurutnya, masyarakat masih malas untuk datang ke pameran kebudayaan. Tapi dengan adanya pameran Lurik di pusat perbelanjaan, maka masyarakat menjadi antusias untuk datang.
“Ide untuk membuat pameran Lurik di sebuah pusat perbelanjaan adalah ide menarik. Karena di negara saya sendiri, Jepang, kami memiliki museum yang berada di lantai atas sebuah pusat perbelanjaan. Karena bagi sebagian orang, pergi ke museum membutuhkan sebuah usaha. Karena sejak dahulu museum dicap sebagai tempat yang membosankan. Tapi dengan ide seperti ini, dengan gaya yang lebih kasual, hal tersebut tentu saja dapat lebih memancing minat pengunjung untuk datang ke museum ataupun pameran kebudayaan. Karena di pusat perbelanjaan seperti ini, pengunjung bukan saja bisa shopping, tetapi juga otomatis bisa langsung mengunjungi pameran Lurik,” tambah Ria.

Sebagai seorang ekspatriat, sejauh ini dirinya hanya mengenal batik sebagai karya tenun asal Jawa. Ia belum begitu banyak mendengar tentang lurik. Karena batik jauh lebih terkenal daripada lurik. Tapi dirinya yakin, kelak lurik bisa mendunia seperti batik. Karena selain nyaman dipakai, desain lurik dinilainya sangatlah modern dan banyak digunakan dalam style fashion di seluruh dunia.

“Belum lama ini saya pergi ke Yogyakarta dan mengunjungi keraton. Saya kaget, ternyata para abdi dalem keraton itu kebanyakan menggunakan lurik ketimbang batik. Jadi seharusnya lurik juga bisa mendunia seperti halnya batik,” kenang Ria.

Sementara itu, Anya Robertson selaku Vice President Museums Indonesian Heritage Society berencana, pihaknya akan memperkenalkan konsep baru lurik kepada para anggotanya. Mereka akan mempublikasikannya ke majalah mingguan milik Indonesian Heritage Society, yakni e-news.

“Lalu ke depannya kami akan terus bekerjasama dengan Museum Tekstil untuk mengembangkan ide-ide menarik agar museum lebih banyak dikunjungi lagi dan mengubah mindset bahwa berkunjung ke museum dan pameran kebudayaan merupakan salah satu bagian dari gaya hidup,” ujar Anya.


Ketua I Bidang Program Wastraprema, Neneng Iskandar mengatakan, bahwa masih ada anggapan yang menyebut bahwa lurik tidak dapat dikenakan oleh kaum menengah ke atas, karena pada masa lampau hanya dipakai oleh “rakyat biasa”. Padahal di Jogja sendiri, menurutnya, jika ada acara-acara resmi, maka sang raja pun juga mengenakan lurik. Jadi bukan hanya dipakai oleh abdi dalem saja.

“Tapi yang cukup menyedihkan, lurik pun saat ini malah sudah dilupakan orang Jawa sendiri. Mereka lebih mengenal batik ketimbang lurik. Lurik itu pakaian yang sangat sederhana dengan filosofi yang dalam. Dipakai orang desa yang miskin dan tidak punya bahan pada tempo dulu. Sekarang dengan adanya pameran lurik ini, kita yakin lurik juga akan menarik perhatian masyarakat dan ekspatriat sehingga bisa menjadi produk lokal andalan selain batik,” tambah Neneng. [Lia]



0/Comments = 0 Text / Comments not = 0 Text

Lebih baru Lebih lama
YofaMedia - Your Favourite Media
Ads2