Peneliti NSEAS: Indonesialeaks Tak Didukung Oleh Data Dan Fakta Yang Akurat

Yofamedia.com, Jakarta - Gaduhnya komentar pro dan kontra soal berita IndonesiaLeaks membuat sejumlah pihak bereaksi. DR. Muchtar Effendi Harahap, peneliti senior dari Network for South East Asian Studie (NSEAS) menganggap bahwa Indonesialeaks tidak didukung oleh data, fakta, dan bukti yang kuat akan suatu kasus yang sedang diangkat. 

"Naluri saya sebagai peneliti, selama seminggu lebih ketika kasus Indonesialeaks ini ramai di media mencoba untuk secara detail memahami kontruksi kasus ini namun ketika saya cek di situs Indonesialeaks saya sama sekali tidak menemukan hasil investigasi secara konfrehensif di di dukung oleh bukti hukum yang kuat untuk mendukung fakta yang terjadi sebenarnya" ujar DR. Muchtar Effendi Harahap (MEH) dalam diskusi media yang di gelar Forum Nasional Jurnalis Indonesia (FNJI) dengan tema Political Power Mapping menuju 2019 di Jakarta, Rabu (24/10/2018).

Muchtar menjelaskan, dalam penelitiannya, Indonesialeaks sama sekali tidak mempublikasikan bukti-bukti tuduhannya di dalam situsnya sehingga secara hokum memiliki alat bukti yang sangat lemah. Menurutnya, di situs itu tak ada dokumen asli, namun hanya sekedar mengumbar keributan di media dengan wacana atau opini saja dari mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjajanto.


"Malu kita kalau hal seperti ini diperdebatkan berminggu-minggu di media tapi barangnya tidak ada, hasil reportasi tak dipublikasi secara terbuka, fakta-fakta tak ada. Ini pasti ada kesalahan dan bisa jadi fitnah kalau tidak bisa di kendalikan oleh pemerintah" terang Muchtar.

Sementara pembicara lainnya, Ali Sodikin, MSi, yang merupakan praktisi media dan dosen perguruan tinggi di salah satu kampus swasta di Jakarta mengatakan, dalam kasus Indonesialeaks masih menggunakan nara sumber anonym, tidak seperti kasus wikileaks di luar negeri yang membuka secara terang-benderang.

"Memang dalam undang-undang pers ada narasumber yang di lindungi, namun dalam konteks ketika ada masalah yang dikenai delik adalah narasumbernya bukan medianya kalau mau fair, kritik saya pada teman-teman adalah sering kali tak bisa melepas diri dari fenomena modal dan keharusan bertahan hidup sehingga menjadi lebih partisan pada pemodal dengan menggunakan framing media. Ke depan media harus lebih independen, obyektif, edukatif, menyejukkan di tengah kepungan modal dan pertarungan politik yang keras di tahun politik ini", ujar Ali.

Selain itu, analis media Toha Almansur dalam pemaparannya di depan peserta dari berbagai media ini menegaskan, pertarungan keras antara Jokowi dan Prabowo jilid 2 ini memang sangat tajam di lini media baik mainstream maupun di media social, namun pada realitas di lapangannya tak ada pertarungan itu di tingkat bawah.

"Jadi meski tensi tinggi di media, rakyat di tingkat bawah adem-adem saja tak banyak menimbulkan gesekan. Dalam kasus pembakaran bendera tauhid pada peringatan hari santri di Jawa Barat kemarin itu adalah insiden-insiden kecil secara kebetulan dan baru masif ketika ada aksi dan reaksi dari 2 belah pihak namun masih yakin tak banyak berpengaruh atau menimbulkan konflik luas di masyarakat" tegas mantan aktivis pemuda berbasis masa Islam modernis ini.

Masih menurut Toha, momentum politik saat ini sangat dipengaruhi oleh gerakan besar yang diinisiasi oleh GNPF Ulama yaitu gerakan 411 dan 212 yang berujung putusan politik berjudul  ijtima ulama jilid I dan II. Kemudian direspon Jokowi dengan mengambil ulama dari 411 dan 212 Kiai Ma'ruf sehingga 411 dan 212 punya pengaruh besar di jagat politik nasional

"Gerakan 411 dan 212 ini adalah sebuah rekayasa politik bagi pendukung pemerintah sedangkan bagi oposisi ini adalah sebuah pembeda untuk memperjuangkan keadilan", ungkap Toha. [Lia]


0/Comments = 0 Text / Comments not = 0 Text

Lebih baru Lebih lama
YofaMedia - Your Favourite Media
Ads2