YINCE DJUWIDJO PENDIRI ICAA BERANGKATKAN 16 SENIMAN INDONESIA KE BEIJING, CHINA

'Pameran Bersama Seniman Indonesia di Beijing International Art Bienaile (BIAB) 2017, Langkah Pertama ICAA mempromoslkan seniman Indonesia ke kancah Internasional'

Yofamedia.com, Jakarta - Tidak ada kerja keras yang tidak membuahkan hasil, akhirnya ICAA (Indonesia-China Art Association) yang didirikan oIeh Yince Djuwija, berhasil mendapatkan suatu kehormatan membawa seniman Indonesia dengan fasilitas ruang khusus atau bisa disebut dengan paviliun Indonesia pada Beijing International Art Bienalle (BIAB) ke-7, (24 September15 Oktober 2017), pada kategori Special Exhibitions. 
BIAB diselenggarakan setiap dua tahun sekali, berlokasi di National Art Museum of China, Beijing, (22/9).

Tema pada Bienalle tahun ini adalah The Silk Road and The World’s Civilization. Pameran dikuratori oleh Kus Indarto.

Seniman yang berhasil terpilih melalui seleksi ketat dari panitia pameran bergengsi internasional ini, di antaranya ;

CameIia Mitasari Hasibuan (Memory of the Silk Road), Chusin Setiadikara (Traceback), I Putu Edy Asmara (Exchange), Erizal As (Rabab Minang), Gatot Indrajati (Flying Ryukin), Ivan Sagita (Everybody has Silk Road, Januri (Many Roads Lead to Beijing dan Hard Work), Ichan Abi Tobing (Three Women in Javanese Costume ,Catwalk 1,dan Dancing Girl).

Seniman lainnya adalah; Joni Ramlan Wiono (Two Harmonious Culture, Golden Moment dan Village of Two Cultures), Made Gede Para mahita (Hope for the World dan Where is the Way), I Made Wianta (Black and White Eagles dan Golden Poems), Mangu Putra (Small Flowers in the Jungle), Nasirun (Mark), Nyoman Nuarta (Legenda Borobudur m), Franciscus Sigit Santoso (Year of Rooster), Ugy Sugiarto (The Meaning of Friendship dan The Power of Love), serta Yince Djuwidja (Unity in Diversity Bhinneka Tunggal Ika).

Dalam catatan kuratoriai, kurator pameran menjelaskan bahwa, hampir sebagian besar karya seniman Indonesia yang dihadirkan dalam BIAB di Paviliun Indonesia.

Pembacaan ulang (re-reading) atas tema ”Silk Road” yang kemudian dikontekstualisasikan kembali (recontextualization) ke dalam persoalan yang berkaitan dengan kondisi dan kultur Indonesia, atau yang berkaitan dengan ketertarikan dan pemahaman personal masing-masing seniman.

Dari sinilah maka muncul karya-karya para seniman yang secara visual memberikan tafsir atau pembacaan atas tema “Silk Road” dengan berbagai variasi tafsirannya.

Tafsir, atau pembacaan visual atas tema “Silk Road” ini, saya kira, bisa beragam, dan keberagaman tersebut justru akan memberikan pengayaan atas tema tersebut.

"Sik Road” dalam konteks pemahaman seniman Indonesia yang sejarah kebudayaannya berbeda.

[Larty R]

0/Comments = 0 Text / Comments not = 0 Text

Lebih baru Lebih lama
YofaMedia - Your Favourite Media
Ads2